Mabuhay Philippine...

Apa menariknya Filipina? Banyak yang bilang kalau Filipina terutama Manila sangatlah mirip dengan Jakarta. Jadi muncullah pertanyaan. Kalo begitu untuk apa datang ke Manila?
Pendapat itu tidak sepenuhnya salah. Begitu saya menjejakan kaki di bandara Ninoy Aquino International Airport (NAIA), kemiripan dengan Jakarta sudah bisa terlihat. Pertama dari penduduknya. Warga Filipina secara fisik sulit dibedakan dengan bangsa kita. Wajah yang mirip, postur tubuh yang juga sama hampir membuat saya dan teman seperjalanan sering disapa dalam bahasa Tagalog oleh orang lokal. Begitu mulai memasuki kota Manila pun hal yang sering kita alami di Jakarta ternyata ada juga di Manila. Macet. Ya…traffic lalu lintas di Manila pun tidak luput dari yang namanya macet. Hanya saja ketika kita lihat ke sekililing, ada satu perbedaan, yaitu kehadiran Jeepney yang merupakan transportasi khas Filipina. Menurut data Majalah TIME tahun 2011, Manila menduduki nomor sepuluh sebagai kota terpadat di dunia yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 16,3 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan Jakarta yang menduduki peringkat enam dengan 18,8 juta penduduk, maka Manila memang memiliki permasalahan yang hampir mirip dengan kota Jakarta.  
Dari Jakarta sendiri untuk mencapai Manila melalui udara ada beberapa pilihan. Pertama, penerbangan direct Jakarta-Manila, mendarat di Ninoy Aquino International Airport (NAIA) dengan menggunakan maskapai penerbangan Cebu Airlines. Kedua menggunakan Air Asia, Jetstar, Tiger Airways dan beberapa maskapai penerbangan lain yang harus transit melalui Kuala Lumpur atau Singapore menuju NAIA di Manila atau DMIA (Diosdado Macapagal International Airport)  di Clark. Clark sendiri merupakan sebuah kota pelabuhan dan cikal bakal kota industri di Filipina. Untuk mencapai Manila dari Clark ini, kita membutuhkan  waktu tempuh sekitar 2 jam dengan menggunakan bus.
Intramuros
Salah satu daya tarik Manila adalah kawasan kota tuanya yang dikelola sedemikian rupa untuk dijadikan tempat wisata. Kawasan ini bernama Intramuros. Intramuros berasal dari bahasa Spanyol yang berarti Di dalam (Intra) tembok (muros). Pada saat Filipina masih berada di bawah jajahan Spanyol,  kawasan Intramuros inilah menjadi pusat pemerintahan Spanyol dan tidak sembarang orang bisa memasuki wilayah Intramuros ini.
Di kawasan ini kita bisa melihat gedung-gedung tua yang masih terawat dengan baik dan beberapa dialihfungsikan menjadi sekolah, restoran, cafe, dan juga museum namun tidak mengubah fisik asli gedung tua itu. Ada beberapa landmark penting yang berada di dalam kawasan Intramuros ini.



1.       Manila Cathedral Basilica
Katredal yang dibangun pada tahun 1571 ini awalnya bernama Church of Manila dan kemudian direnovasi hingga menjadi Manila Cathedral pada tahun 1581 di bawah pimpinan pendeta agung Dominggo de Salazar. Katredal ini sempat mengalami beberapa renovasi akibat gempa yang mengguncang Filipina serta sempat pula menjadi korban pemboman perang dunia kedua (PD II) pada tahun 1945 . Namun sayang sekali pada saat saya mengunjungi Manila, Katredal ini pun sedang direnovasi sehingga saya tidak bisa melihat bagian dalamnya. Namun menurut informasi dari tour guide saya, Katredal ini masih berfungsi sebagaimana mestinya, memberikan pelayanan kepada umat dan juga terbuka untuk wisatawan yang ingin melihat interior Manila Cathedral Basilica ini.
Info lebih lanjut tentang Manila Cathedral Basilica: www.manilacathedral.org


2.      
Fort Santiago
Fort Santiago ini dibangun pada tahun 1571 (berbarengan dengan pembangunan Manila Cathedral Basilica) dan menjadi Benteng tertua di Filipina. Benteng ini pernah menjadi markas besar pertahanan Spanyol, Amerika Serikat, Inggris dan Jepang ketika mereka menjajah Filipina. Fort Santiago ini juga pernah menjadi penjara José Rizal, Pahlawan Filipina sebelum dieksekusi pada tahun 1896. Di dalam kawasan benteng ini kita bisa melihat ruang tahanan di mana José Rizal menghabiskan sisa hidupnya sebelum meninggal. Agak sedikit menyeramkan sih sebenarnya tapi pihak pengelola memang sengaja membuat ruangan ini tetap seperti aslinya demi menjaga nilai-nilai sejarah yang ingin terus dilestarikan. Sosok José Rizal bisa dibilang seperti Soekarno kalau di bangsa Indonesia. Di sini kita bisa melihat beberapa tulisannya yang sangat membakar semangat dan penuh dengan rasa nasionalisme bahkan hingga saat-saat terakhir hidupnya (Mi Ultimo Adios – Perpisahan Terakhirku).
Hawa menyeramkan bukan saja terasa ketika kita memasuki ruangan penjara José Rizal, tapi juga saat melihat penjara bawah tanah (Dungeon) yang berada di bagian belakang Fort Santiago ini. Konon pada masa penjajahan Jepang, beberapa tawanan Filipina sempat dibiarkan mati kelaparan dan kehausan di penjara bawah tanah ini. Hiiiyyy
Selain penjara-penjara yang menyeramkan itu, di sini juga ada semacam teater terbuka yang dibangun untuk menghormati Rajah Sulayman (1558-1575) yang dulu pernah berkuasa di Filipina.


Di depan Fort Santiago ini ada danau buatan dan menurut Grace, tour guide kami, jika kita melemparkan koin sambil meminta sesuatu, maka harapan kita akan terkabul. Wah…mendengar itu kami semua langsung melempar koin sambil berdoa hehehe. Tips untuk kamu yang ingin berkunjung ke Filipina, jangan lupa bawa Student Card, karena pelajar/mahasiswa bisa mendapatkan potongan harga untuk membeli tiket masuk di hampir semua museum/tempat wisata di Filipina. Sayang, karena saya sudah lulus jadi yah tetap harus membayar penuh untuk ini :p

Jujur ketika pertama kali saya dan teman-teman merencanakan untuk pergi ke Manila, kami tidak memiliki bayangan apapun tentang kota ini. Jika melihat beberapa tulisan baik di blog maupun media tentang Manila, sepertinya saya tidak menemukan sesuatu yang khas dari kota ini terutama makanannya kecuali Balut (embrio telur bebek mentah), tidak seperti Vietnam yang bahkan di beberapa paket wisata yang disediakan oleh travel agen ada yang memasukan wisata kuliner dan cooking class Vietnam dishes  untuk para wisatawan.

Makanan halal menjadi salah satu bagian penting dari setiap perjalanan saya terutama jika saya berkunjung ke Negara yang minoritas penduduk muslimnya. Nah, untuk itu saya sengaja untuk riset sebanyak-banyaknya tentang makanan di Filipina, maklum ketakutan terbesar saya jika sedang bepergian selain kehilangan uang adalah kelaparan :p. Ternyata makanan di Manila tidak mengecewakan. Semua makanan yang saya coba di Manila enak-enak. Paling tidak sangat cocok dengan lidah Indonesia saya. Menurut info dari mba Trinity, saya harus memasukan Jollibee, salah satu gerai fast food di Filipina dan mencoba menu sarapan mereka yaitu Corned Beef. Ketika mendengar kata Fast Food, saya sempat ilfil. Kenapa? Karena bagi saya jika traveling ke luar negeri, makan di fast food adalah dosa besar. Maksudnya saya harus mencicipi makanan local bukan fast food yang di Indonesia pun berjamuran di mana-mana. Tapi karena saya tahu selera makanan mba Trinity dan dia tetap meyakinkan saya kalau Jollibee ini beda dengan fast food di Jakarta, maka saya akhirnya mencoba mencicipi beberapa makanan di sini. Jujur saja, ketika pertama kali melihat penampakan dari Corned Beef  ini saya merasa kurang tertarik. Apa sih enaknya Nasi plus telur plus kornet? Paling sama aja kalau kita bikin sendiri di rumah. Tapi ternyata, don’t judge the book by its cover. Rasanya juaraaa… Nasinya gurih, telurnya sih mungkin sama saja tapi kornetnya enaaakk banget. Begitu makan ni kornet, rasanya seperti melting gitu di mulut dan pengen nambah lagi hehehe. Daging kornet ini juga agak sedikit beda teksturnya dengan kornet yang biasa kita temukan di Indonesia. Di Filipina yang dimaksud dengan corned beef adalah daging sapi suwir sehingga bentuknya pun bukan seperti daging kornet yang biasa dijual di sini. Kita bisa dengan mudah menemukan gerai Jollibee ini di seluruh Manila dan bahkan mungkin di seluruh Filipina. Ditambah mereka ini buka 24 jam, jadi kalau tiba-tiba kelaparan tengah malam, bisa langsung datang ke gerai terdekat atau delivery order aja. Jollibee Fried Chicken-nya juga beda. Saya ngga tau kenapa olahan ayam di Filipina kok bisa enak-enak sih hehehe. Teman saya mencoba burgernya Jollibee dan menurutnya, rasanya pun beda. Enak! Saya pikir cita rasa Jollibee ini sudah cukup mendunia, karena selain di Filipina, ternyata beberapa negara juga membuka gerai Jollibee seperti di Brunei, Vietnam, Arab Saudi dan bahkan Amerika Serikat. Dan ternyata saya baru tahu kalau di Indonesia pun Jollibee sempat membuka gerai di Kelapa Gading tapi sayang sekarang sudah tutup. Hiks

Selain Jollibee, saya juga direkomendasikan mba Rini Raharjanti untuk mencoba Max’s, salah satu restoran yang olahan utamanya itu (lagi-lagi) Ayam. Sama seperti pertama kali melihat penampakan Corned Beef Jollibee. Awalnya saya under estimate. Jauh-jauh ke Manila masa makannya ayam lagi sih? Di Jakarta juga kan banyak hehehe. Tapi kemudian lagi-lagi saya kecele. Sizzling Sweet Spicy Chicken-nya Max’s ini astagaaa rasanya benar-benar enak! Bumbunya benar-benar masuk ke dagingnya, bukan hanya di permukaan saja. Seperti namanya, ayam ini rasanya agak sedikit pedas tapi juga manis. Pedasnya ngga keterlaluan sehingga kita tetap bisa nikmatin makannya. Max’s Fried Chicken nya juga enaaak.. Sepintas mirip ayam goreng biasa tapi begitu nyoba, beuh ga mau berenti ngunyah :p. Yang beda, Max’s Fried Chicken ini disajikan dengan ubi goreng, bukan kentang goreng. Selain ayam, saya juga mencoba olahan seafood. Ada satu makanan yang namanya Sinigang Na Hipon yaitu sejenis sup yang isinya berbagai jenis macam sayuran seperti kacang panjang, sawi, lobak dan juga udang serta cumi, disajikan di atas mangkuk hot pot dan rasanya tidak kalah juara! Asem-asem seger gimanaaa gitu, mirip Tom Yam hanya kuah Sinigang Na Hipon ini bening. Pokoknya saya senang sekali di Manila karena saya bisa mendapatkan makanan yang enak-enak dengan harga yang murah J

Commentaires

Articles les plus consultés