Nonton Bola plus Jalan-Jalan di Myanmar

Setelah males nulis di blog (hahaha), akhirnya saya nulis juga soal pengalaman ke Myanmar oktober tahun lalu. Ceritanya kantor tempat saya kerja itu bikin lomba yang hadiahnya jalan-jalan ke Myanmar untuk nonton pertandingan sepakbola U19 bareng Trinity. Sebagai penyelenggara, tentu saja saya kelimpahan buat ngurus sana-sini termasuk ikutan berangkat ke Myanmar (soalnya Trinity mana mau diminta pergi hanya dengan pembaca tanpa ada yang urusin?hahaha) jadi blessing in disguise akhirnya saya pergi juga ke Myanmar. Yippey!!!

DRAMA
Hari itu saya beserta dua orang pemenang sudah tiba subuh-subuh di bandara Soekarno-Hatta dan tinggal nunggu si mba T yang masih otw. Maklum pesawat kami akan berangkat jam 4.40 pagi. Ngga lama kemudian muncullah mba T dan kita mulai masuk buat check in. Jeng jeng jeng...drama itu akhirnya datang. Drama pertama: Kami ditolak untuk check in karena ngga punya visa Myanmar padahal helloooo, sudah sejak awal 2014 WNI itu bebas visa ke Myanmar, tapi si petugas check in tetep keukeuh kalau kita ngga bisa terbang! (gajah makan pesawat alias GAWAT inih) setelah berargumen sana-sini dan menunjukkan beberapa bukti termasuk informasi di internet, kami tetap saja ditolak. Akhirnya ada satu bapak-bapak petugas lain yang coba bantu kami. Kami jelaskan bahwa menurut peraturan, WNI bisa langsung masuk Myanmar tanpa harus bikin visa. Kami juga sampai memelas bilang kalau kami ke Myanmar itu untuk nonton sepakbola U19, dukung Indonesia gitu loh, ngga ngapa-ngapain. Nah ternyata si bapak baik hati ini ingat kalau sebelum kami ada juga rombongan wartawan yang berangkat meliput pertandingan U19 dan mereka tanpa visa juga asal udah punya tiket pulang. Langsung aja kami bilang kalau tiket PP kami juga sudah tersedia dan alhamdulillah kami diperbolehkan check in.
Selesai drama pertama, ternyata datanglah drama kedua. Ternyata paspor mba T itu masa berlakunya kurang dari 6 bulan. Tepatnya itu 5 bulan 28 hari. Jadi segimanapun kami ngeles, kalau di Myanmar hanya 5 hari dan sudah mengantongi tiket pulang, tetap saja mba T tidak diperbolehkan check in. Hiks...again and again. Akhirnya perjalananan itu tetap terlaksana tanpa mba T. Ini sih namanya bukan #Trinitrip jadinya #DittaTrip. Dengan hati yang masih sedih dan kesal, kami terpaksa harus berpisah dengan mba T sambil masih berharap mba T bisa nyusul keesokan harinya.
Dari Jakarta, kami harus transit di Kuala Lumpur untuk melanjutkan perjalanan ke Yangon. Rasa kesal dan sedih itu tetap masih ada tapi yah, the show must go on. Akhirnya kami bertiga tiba di Yangon. Sampai di bandara Yangon, saya langsung ngecek ke petugas imigrasi setempat untuk menanyakan mengenai ijin paspor kurang dari 6 bulan, ternyata jawaban mereka sama. Tidak diperbolehkan masuk Myanmar! Yah...beneran deh ini nonton bola bertigaan aja jadinya T__T
Sampai di Yangon, kami langsung menuju ke hotel yang sudah saya pesan sebelumnya. Hotel kami terletak di daerah Lanmadaw. Tidak begitu jauh dari pusat kota dan juga stadion sepak bola. Kami rencana hari itu memang belum nonton pertandingan, baru keesokan harinya saja. Setelah beristirahat sejenak, mulailah kami bertiga menyusuri daerah sekitar. Selain nonton bola, memang kami berencana untuk eksplore Yangon. Tadinya mau ke daerah Bagan juga yang terkenal dengan candi-candi eksotik dan balon udara, tapi apa mau dikata, perjalanan darat yang cukup jauh dan terbatasnya waktu kami, tidak memungkinkan untuk mengunjungi Bagan. Tujuan pertama kami adalah Shwedagon Pagoda. 
Komplek pagoda terbesar di Myanmar yang kalau dari jendela pesawat itu bisa keliatan puncak emas pagoda terbesar di komplek Shwedagon itu. Buat yang pengen berkunjung ke Shwedagon Pagoda, saya sarankan untuk datangnya sore-sorean menjelang magrib karena kalau siang-siang udah pasti panas, nah sore itu mulai adem ditambah menjelang sunset itu kita bisa dapet pemandangan magical. Komplek ini kan adanya agak di atas gitu, jadi kalau dari komplek ini, kita akan berasa berada di negeri di atas awan. Langitnya (kalau cerah ya) cantik banget, menjelang sunset, mulai merah dan kemudian berubah biru gelap kontras dengan keadaan sekitar komplek yang berwarna keemasan karena lampu-lampu sudah mulai dinyalakan. Persis di gambaran tentang negeri 1001 malam. Baguuus banget *fufufu*
Keesokan harinya adalah saat yang ditunggu-tunggu, yaitu tujuan utama kami pergi ke Myanmar. Nonton pertandingan U19. Beruntung di hotel yang kami tempati, ada dua orang wartawan Indonesia yang menginap dan dari merekalah kami mendapatkan info untuk pergi bersama-sama ke stadion dari Kedubes Indonesia di Yangon saja karena pihak kedutaan sudah menyiapkan bus. Berhubung memang stadionnya ternyata cukup jauh, akhirnya kami memutuskan untuk berangkat bareng dari kedubes. Karena pertandingan baru akan berlangsung sore harinya, siang itu kami berencana untuk mengunjungi sebuah danau yang sangat terkenal di Yangon.
Danau ini terkenal karena ada "istana" terapungnya. Kandawgyi Lake letaknya ngga terlalu jauh dari hotel kami, jadi kami masih agak santai jalan ke sana. Sampai di area, ternyata tempatnya oke banget. Danaunya sih biasa, ijo gitu airnya tapi sekitar danau itu bersih. Begitu masuk langsung dikasih pemandangan danau yang ijo-ijo airnya trus keliatan juga puncak Shwedagon Pagoda dari kejauhan dan tentu aja ngga ketinggalan Karaweik Palace, si istana terapung. Walau agak panas, kami muter-muter danau sambil hunting foto. Ternyata Karaweik Palace ini adalah sebuah fine dining restaurant yang hanya buka di malam hari. Jadi kami tidak sempat masuk ke dalamnya. Kalau dari info yang saya baca, kalau kita nyobain makan di dalam Karaweik Palace ini, selain tentu saja disuguhi makanan, ada pertunjukan tarian tradisional. So, no wonder lah tiket sekali masuknya $32 hahaha agak sedikit sayang juga yah apalagi harga tukar dolar terhadap rupiah mencekik. Jadi agak-agak blessing in disguise karena pas saya datang, tempatnya belum buka wahaha.
Puas muter-muter Kandawgyi lake, kami langsung menuju Kedubes Indonesia. Seumur-umur ke luar negeri, baru kali ini saya menginjakkan kaki di kedubes hehehe. Ternyata sudah banyak juga yang berkumpul di sana. Bukan cuma petugas kedutaan dan keluarganya saja, namun ternyata ada cukup banyak WNI yang bekerja di Myanmar. Selain itu juga tentu saja ada banyak juga orang indonesia yang seperti kami, sengaja datang ke Yangon untuk mendukung sang Merah Putih. Walaupun memang jumlah kami tidak terlalu banyak, tapi karena satu tujuan, jadinya seru! Berangkatlah kami bersama-sama menuju stadion.
Sampai di stadion saya mulai mengeluarkan bendera Merah Putih. Hehehe niat banget kan?Yes, demi dedek Ravi cs deh pokoknya. Oh iya, sambil nunggu masuk ke stadion, saya sempat bertemu dengan dua bapak-bapak yang membawa sepeda. Iseng bertanya ternyata mereka dari Medan, sengaja ke Myanmar untuk dukung Indonesia naik sepeda. Ngga semuanya sih naik sepeda, mereka ini terbang dulu dari Medan ke Bangkok, terus baru deh dari Bangkok naik sepeda sampai Yangon *prok prok prok*. Saya langung kepo nanya, berapa lama waktu yang mereka habiskan dengan bersepeda?ternyata 5 harian gitu. Dan, seperti juga kami, waktu memasuki daerah perbatasan Thailand-Myanmar, mereka sempat tidak diperbolehkan melintas karena masalah visa. Hahaha kayanya yah itu petugas imigrasi belum pada update deh soal peraturan baru tentang visa ini. Beruntung akhirnya mereka dibolehin melintas juga :)
Ternyata selain rombongan kami yang dari kedubes, cukup banyak juga orang Indonesia yang menonton. Sebelum masuk stadion, tas kami harus diperiksa dulu. Ternyata seperti halnya menonton bola di Indonesia, mereka tidak memperbolehkan penonton untuk membawa botol minuman ke dalam stadion. Spanduk berukuran besar pun ternyata ngga boleh juga. Untung bendera yang saya bawa masih diperbolehkan masuk. Begitu masuk ke stadion mulai deh berkaca-kaca. Gila...ternyata pendukung tim Indonesia yang datang ke Yangon banyak juga. Rata-rata semua pada pake baju dan aksesoris bernada merah putih. Pertandingan siap dimulai dan sebelumnya kita semua sama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya. Anjrit...merinding abis sampe pengen mewek tapi malu. Emang kalo lagi di luar negeri, rasa nasionalisme itu lebih berasa kebanding kalo lagi di negeri sendiri. Okelah saat pertandingan itu kita kalah tapi tetap tidak menyurutkan semua semangat dan perjuangan baik dari pemain, pelatih, official sampe penonton yang datang. Sempet agak mewek lagi begitu ngeliat Evan Dimas dan terutama Ravi Murdianto (pukpuk dedek ganteng Ravi, sini deket-deket sama teteh) keliatan down banget. Mereka sempet nangis. Tau banget lah semua beban ada di pundak mereka, tenang adik-adik tersayang. Kalian tetap pahlawan di mata kami. Angkat topi juga buat Coach Indra Sjafrie yang udah sampe segitunya bikin anak-anak ini jadi pahlawan. Support terus pokoknya sampe kapanpun juga!





Commentaires

Articles les plus consultés