Ketemu Doraemon Di Jepang :)

Lagi baca-baca twitter kemarin eh nemu twitan dari Pandji yang ngajakin followernya untuk bisa ikut di Mesakke Bangsaku World Tour. Widiiih, saya tentu saja ngga mau ketinggalan dong buat mencoba ikutan, siapatau bisa mampir ke negerinya Harry Potter hehehe *ngarep*
Kebetulan, bulan januari lalu saya baru aja balik dari Jepang naik Garuda Indonesia. Ini perjalanan jauh kedua saya pake full board airlines setelah sebelumnya tahun lalu juga naik Garuda Indonesia ke Korea Selatan. Saya itu seorang pemburu tiket murah dan biasanya kan memang yang sering ada promo itu adalah budget airlines. Tapi setelah saya hitung-hitung lagi, kok beda harganya ngga jauh yah dengan harga promo di Garuda? Direct flight pula, jadi ngga ribet harus transit dulu. Fasilitas yang dikasih full board airlines tentu beda dong dengan budget airlines. Nyamaaan banget, tidur nyenyak, makanan enak, bisa nonton film, denger musik, atau maen games sepuasnya, jadi ngga ngebosenin sepanjang perjalanan. Bagasi?ga pusing juga deh soal bagasi, apalagi lumayan kan kalau pergi jauh gitu, milage saya nambahnya juga cukup banyak hahaha, ditambah Garuda ini ada immigration on board. Jadi begitu sampai di tanah air, ga perlu antri lagi di counter imigrasi buat cap paspor, tinggal melenggang keluar deh makanya setelah balik dari Korea tahun lalu, saya pun memutuskan untuk pergi ke Jepang awal tahun ini naik Garuda juga.
Why Japan? Jepang itu bisa dibilang negara impian saya dari kecil. Sebelum tergila-gila dengan Korea, saya itu maniak manga dan serial kartun Jepang. Sebut aja mulai dari Doraemon, Candy Candy, Sinchan, Detektif Conan, Chibi Maruko Chan, Saint Seiya, sampai Hamtaro menjadi teman saya setiap minggu pagi (ketauan angkatannya deh). Nah makanya di Jepang itu saya benar-benar niat banget pengen ketemu sama "teman-teman" masa kecil saya itu terutama Doraemon dkk. Tokyo-Kyoto-Osaka adalah tiga kota yang saya kunjungi selama di Jepang. Agak nyesel sih sebenarnya ngga sempet ke Nara, Nagoya, atau Okinawa. Tapi ngga apa-apa, itu artinya ada alasan untuk saya kembali ke Jepang :). Sempat agak shock waktu pertama kali mendarat di Jepang karena suhu menunjukkan angka 2 derajat celcius! Walaupun sudah memakai longjohn plus jaket tebal dibalut dengan syal tebal juga, tetap aja udara segitu bagi saya dingin banget. 
Kyoto adalah kota pertama yang saya eksplore. Setelah sampai di Bandara Narita, saya langsung terbang ke Kansai dan dari Osaka itu langsung naik kereta HARUKA ke Kyoto. Saya sengaja ambil rute seperti itu supaya bisa nginep duluan di Kyoto baru ke Osaka. Di Kyoto, saya menginap tidak jauh dari Golden Temple karena niatnya emang cuma nginep semalem di Kyoto, saya berencana untuk mulai jalan besok paginya itu ke Golden Temple-Gion-Fushimi Inari. Sebenernya begitu malamnya sampai di Kyoto, saya dan teman-teman sempat
mampir ke Gion District sekalian buat cari makan malam. Dan ditengah udara yang dingin itu, kami menemukan sebuah restoran yang enaaakk banget. Atau emang dasarnya udah laper aja kali yah?hehehe. Seperti layaknya orang Indonesia, sehabis makan, kami tidak lupa berfoto sama Chiefnya dong, liat kan perbedaan penampilan kami?hehehe. Di sepanjang Gion District pada malam itu, kami beberapa kali bertemu dengan para perempuan Jepang yang mengenakan Kimono. Hm...ada apakah?ternyata setelah bertanya, pada saat itu sedang ada perayaan tradisional Jepang untuk menyambut masa dewasa bagi para wanita. Esok harinya ketika kami ke Fushimi Inari juga ternyata di sana sedang ada upacara perayaan ini. Seru juga ngeliat upacara tradisional keagaamaan seperti ini. 
Fushimi Inari ini adalah kuil utama di kawasan Inari, Kyoto. Kalau punya waktu banyak buat keliling di kuil ini, kita harus menghabiskan sekitar 2 jam untuk mengitari keseluruhan kuil. Saya bersama teman-teman yang mengejar waktu untuk ke Osaka, ngga sempet muter lama-lama. Walaupun masih cukup pagi, saat itu Fushimi Inari sudah dibanjiri oleh pengunjung lokal yang datang untuk berdoa di kuil ini. Begitu memasuki gerbang kuil, saya langsung terpana dengan keadaan sekitar. Berasa masuk hutan tapi dikelilingi oleh pohon-pohon berwarna oranye. Belum lagi gerbang oranye ini sengaja dibuat menyerupai lorong panjang. Efeknya seperti masuk ke sebuah labirin dan entah ada apa yang menunggu kita di ujung sana :)
Di Osaka saya menyempatkan untuk pergi ke Osaka Tower. Sebagai pecinta Detective Conan, saya mau ga mau harus mengunjungi tampat kebanggaan Heiji Hattori dong. kebetulan pada saat itu kedua teman saya sudah melanjutkan perjalanan ke Tokyo sedangkan saya masih traveling di Osaka. Makanya walaupun sendirian, saya tetep asik-asik aja jalan di Osaka. Apalagi Jepang termasuk negara yang aman bagi solo traveler. Setelah check out dari hotel karena malamnya saya akan menginap di Kansai Airport untuk melanjutkan ke Tokyo esok harinya, saya langsung menaruh koper di locker stasiun dan menuju Osaka Tower. 


Pagi itu kawasan Osaka Tower masih sepi, hanya beberapa toko aja yang udah buka maklum walaupun hari senin, hari itu adalah hari libur nasional di Jepang. Begitu sampe di depan Osaka Tower, yang ada di pikiran saya, oh oke begini aja yah?hahaha. Ngga apa-apa sih, karena waktu itu masih pagi, terus Osaka Towernya belum buka juga jadi saya ngga sempat naik ke puncaknya. Saya cuma pengen bilang akhirnya "Hey Heiji, I am here!"hihihi. Setelah puas muter-muter di daerah situ, saya melanjutkan misi yang lain yaitu pergi ke daerah Shinshibashi untuk melihat billboard iklan orang lari yang bisa dibilang sekarang seperti ciri khas lain Osaka. Yup, it was Glico billboard Ad. Beda dengan keadaan di sekitar Osaka Tower yang masih sepi, Shinshibashi ini rameeee banget. Sempet pusing muter-muter nyariin si Glico ini karena daerah Shinshibashi emang kawasan turis dan belanja gitu yang terdiri dari banyak jalan yang kanan-kirinya dipenuhi oleh toko-toko yang bikin saya pengen mampir :p. Tapi niat utama kan nyari Glico, soal shopping mah urusan belakang, masih bisa belanja kok di Tokyo nanti :). Akhirnya nemu juga si Glico ini. Jalan di sekitar Glico ini ternyata emang paling rame dibanding jalanan Shinshibashi yang lain, mungkin karena orang-orang pun ingin mengabadikan moment mereka di depan Glico ini.
Di Tokyo saya sengaja nginep di kawasan Asakusa. Selain karena lebih dekat dengan bandara Narita, menurut teman saya yang orang Jepang, Asakusa itu tempatnya asik. Dekat dengan Sensoji Temple, Ueno, dan Tokyo Skytree. Betul saja, hostel saya di Khaosan Asakusa itu enak banget tempatnya. Dekat ke mana-mana. Mau beli makan pun gampang dan dekat stasiun pula. Ini patut dicatat. Jepang apalagi Tokyo itu biaya hidupnya cukup tinggi terutama transportasi. Untuk backpacker seperti saya, penting untuk mencari hostel yang dekat dengan stasiun. Jangan coba-coba buat naik taksi deh, itu namanya bunuh diri, kecuali duitnya emang ga berseri. Makanya untuk bikin itinerary selama di Jepang, saya selalu melihat dan mencari tempat yang ga jauh dari stasiun metro/subway atau halte bis. Kebanyakan emang jalan sih selama di sana walaupun winter dan dinginnya amit-amit :D. 

Sensoji temple ini merupakan kuil yang cukup tua dan termasuk kuil utama di Tokyo dan menjadi place of interest untuk para wisatawan baik domestik maupun internasional. Makanya ngga heran kalau dari pagi sampai malem, kawasan Sensoji Temple ini dipenuhi banyak orang. Di tengah-tengah Sensoji temple ada semacam belangga raksasa yang berisi dupa. Konon jika ada anggota tubuh kita yang sakit, asap dupa itu bisa menyembuhkan penyakit itu. Hm, pantesan aja waktu saya ke sana, banyak banget orang yang ngerubungin si belangga ini. Tapi menurut saya yang seru itu adalah jalan menuju Sensoji Temple ini karena begitu kita masuk ke kawasan jalan Asakusa ini, kita seperti dibawa ke masa silam, waktu jaman Edo di Jepang dulu. Seru aja jadinya ngeliat dan ngebayangin gimana jaman Edo dulu. Ditambah lagi ada kendaraan tradisional seperti becak tapi ditarik dari depan. Si penarik "becak" ini juga mengenakan pakaian tradisional. Jadi bener-bener ngerasa lain deh pas jalan-jalan di Asakusa ini.


Its time to meet my childhood heroes! 
Museum Fujiko F. Fujio menjadi wishlist destination saya ketika ke Jepang. Museum ini letaknya agak jauh dari pusat kota Tokyo yaitu di daerah Kawasaki. Untuk menuju Kawasaki ini, kami harus berganti-ganti metro dan subway. Tapi karena udah diniatin, tentunya jarak bukan penghalang bagi kami. Daerah Kawasaki ini ternyata merupakan kampung halaman dari sang kreator Doraemon. Begitu sampai di depan Museum Fujiko F. Fujio, saya langsung berasa emosional. Bukannya apa-apa, saya teringat masa kecil saya yang setia menonton Doraemon setiap hari minggu pagi. "Bertemu" dengan Doraemon, Nobita, Giant, Shizuka dan Suneo benar-benar di luar bayangan saya. Begitu masuk, kami dibawa ke dunia Fujiko F. Fujio. Setiap orang dibekali sebuah perangkat yang terhubung otomatis dengan objek yang terpampang di galery. Misal ada gambar karya pertama Fujiko F. Fujio ketika menciptakan Doraemon. Perangkat itu bisa disesuaikan ke dalam beberapa bahasa. Inggris, Jepang, China, dan Korea. Ketika mendengarkan dan mengamati setiap karya yang terpampang, lagi-lagi perasaan saya dipenuhi oleh bayangan masa kecil. Sayang di galery ini kita tidak boleh mengambil foto. Ada juga satu pojokan yang didesign sebagai ruang kerja Fujiko F. Fujio. Menurut informasi, replika ruang kerja itu benar-benar dibuat sesuai aslinya. Yang seru ketika melihat ruangan kerja ini, isinya hanya kursi, meja dan alat gambar. Tapi sekeliling meja itu adalah rak tinggi yang dipenuhi buku-buku, mainan, prototype pesawat bahkan boneka Dinosaurus. Ternyata Fujiko F. Fujio itu memang pecinta Dinosaurus. Ga heran kan kalau di beberapa film Doraemon suka ada cerita ketika Nobita dkk kembali ke zaman pra sejarah?
Keluar dari ruang pameran, saya langsung disambut dengan ruangan bermain, mini sinema, dan restoran. Tujuan saya yang lain ke sini adalah untuk mencicipi makanan kesukaan Doraemon yaitu Dorayaki. Rasanya?manis biasa isi kacang merah sih, sebenernya lebih enak kue Dorayaki buatan sini hahaha tapi ngga apa-apa deh yang penting rasa penasaran saya sudah terbayar dengan mencoba yang original. Di depan restoran ini ada replika taman yang suka dipakai Nobita dkk untuk bermain. Lengkap dengan gorong-gorongnya juga. Waahhh langsung saja saya mengajak teman-teman untuk berpose di dalam gorong-gorong tersebut. Dan yang terpenting, akhirnya saya ketemu Doraemon \(^0^)/ . 



Setiap perjalanan saya baik dalam dan luar negeri selalu menjadi bahan renungan pribadi. Mau ngga mau kalau pulang dari luar, saya selalu membandingkan Indonesia dengan negara yang saya kunjungi itu. Banyak sekali potensi yang ada di negara kita terutama dari sektor pariwisata yang tidak kalah dengan negara lain. Tapi kenapa Indonesia masih belum bisa menjadi daerah tujuan pariwisata?Wisatawan asing yang masuk ke Indonesia kalah jauh dengan Singapura yang negaranya kecil banget gitu, bahkan bisa dibilang ngga punya kekayaan alam. Beda banget sama kita. Padahal yah, kalau dari segi SDM, sebenarnya kita juga ngga kalah kok sama negara berkembang lainnya seperti China misal.
Saya jadi inget waktu nonton Pandji stand up comedy di Djendelo Cafe Jogja. Pada saat itu Pandji cerita waktu dia jalan-jalan ke Shanghai kalau ngga salah. Dia mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dalam bahasa inggris padahal segitu dia ngomong ke pegawai hotel yang,  hey harusnya yah, bisa dong berbahasa inggris. Hal ini sempat saya alami juga ketika jalan-jalan ke Macau. Untuk mencari informasi ada tidaknya business center di hotel tersebut saja susahnya minta ampun dan akhirnya saya menyerah. Benar apa yang dikatakan Pandji, beda banget dengan orang Indonesia yang kadang kalau ketemu bule ngga takut-takut kalau diajak ngomong bahasa Inggris, padahal belum tentu bahasa inggris kita lancar, yang penting udah berani ngajak ngomong duluan hehehe. Akhir tahun lalu saya menyempatkan diri untuk menonton Mesakke Bangsaku. Ada satu hal besar yang saya ambil saat nonton itu. Dua tahun berturut-turut saya selalu menyempatkan nonton Stand Up Comedy Spesial Pandji Bhineka Tunggal Tawa di PPHUI tahun 2011 dan Merdeka Dalam Bercanda di Museum Nasional tahun 2012. Kali ini saya nonton sendirian di kelas Diamond. Awalnya sempet mikir, hm...lumayan nih harus merogoh kocek agak dalem buat nonton komtung. Tapi keraguan saya akhirnya sirna karena memang saya yang sudah beberapa kali nonton Pandji plus juga melihat venue kali ini di Teater Jakarta merasakan, it's worth it. Dan memang hal itu terbukti.
Jujur, saya ngga suka semua comic. Karena menurut saya masih banyak comic yang senengnya main fisik dan cela-celaan di dalam materi mereka. Kalaupun ada yang beda, mereka jarang mengangkat isu-isu besar yang justru sebenarnya penting untuk disuarakan. Kalaupun mereka bersuara, kadang dalam kenyataannya belum ada rekam jejak yang terlihat dari merekanya sendiri. Berbeda dengan Pandji. Makanya begitu dia menyuarakan tentang Pendidikan, ini menjadi part yang sangat menarik sekaligus menohok untuk saya. Background pendidikan saya itu sebenarnya guru tapi nyasar ke dunia yang berbeda. Pandji bercerita tentang Dipo yang merasa tertekan di sekolahnya hanya karena dia belum bisa baca dan menganggap bahwa dirinya bodoh dibandingkan teman-temannya yang lain. Saya ingat jadinya ketika dulu semasa kuliah dan sempat bekerja part time sebagai guru les untuk anak SD. Murid saya itu adalah adik-kakak yang bersekolah di sebuah sekolah swasta cukup terkenal. Si kakak sebenarnya tidak terlalu mengalami banyak kesulitan dalam belajar, nah yang bermasalah itu adalah si adik. Mendengar cerita Pandji soal Dipo, saya langsung teringat dengan si adik murid saya ini. Dia sebenarnya kalau saya lihat lebih memiliki bakat menjadi seorang ballerina. Orang tuanya juga sebenarnya mendukung bakat si adik ini dengan mendaftarkan les ballet. Tapi memang dari segi akademik, menurut cerita si kakak dan ibunya, si adik ini jauh dari rata-rata teman-temannya. Saya saat itu malah jadi membandingkan si adik ini dengan teman-temannya yang lain. Pada saat itu niat saya baik yaitu untuk mendorong si adik agar dapat belajar dengan lebih baik lagi, tapi sepertinya cara saya salah karena dengan begitu secara tidak langsung saya melukai perasaan dia. Saya yang harusnya bisa bertindak selayaknya guru tapi saat itu tidak dan jujur sekarang saya merasa malu jadinya. 
Mendengarkan materi yang dibawakan Pandji ataupun membaca kicauan di twitter dan buku-bukunya memang belum membuat saya untuk menjadi baik, tapi saya selalu berusaha untuk bisa ke arah situ. Salah satunya adalah tergerak untuk berpartisipasi di Shave For Hope dua tahun lalu. Satu hal yang juga saya ambil dari tulisan Pandji di Nasional.Is.Me adalah bagaimana menemukan passion dan bisa berkarya dengan passion itu. Jika ditanya apa passion saya?sampai sekarang mungkin saya masih belum bisa menjawab. Tapi ada dua hal penting yang bisa membuat saya bahagia dalam melakukannya. Membaca buku dan traveling. Cita-cita saya adalah memiliki perpustakaan sendiri dan bisa keliling dunia. Semoga suatu saat nanti apa yang saya inginkan ini bisa tercapai dan yang lebih penting, dari passion itu saya bisa memberi sesuatu yang baik kepada banyak orang. Semoga :)



Commentaires

Articles les plus consultés